Suatu hari rekan saya di Unit Pembukaan Rekening menerima seorang calon nasabah yang datang ingin membuka rekening di BNI UGM. Setelah dipersilahkan dengan standar layanan, rekan saya memeriksa bukti identitas milik calon nasabah berupa kartu Tanda Penduduk (KTP). Sebagai petugas bank, khususnya di unit yang menagani pembukaan rekening, petugas Customer Service (CS) harus selalu menerapkan ketentuan tentang prinsip mengenal nasabah (know your customer) salah satunya dengan melakukan verifikasi kebenaran dokumen identitas diri yang diserahkan oleh calon nasabahnya Rekan saya sempat curiga dengan KTP tersebut.
Masa berlaku KTP adalah tahun 2007 sampai dengan 2010, namun ada yang janggal yaitu bahwa KTP tersebut masih terlihat sangat baru, padahal sudah 2 tahun yang lalu diterbitkan. Keinginan nasabah tersebut tetap dipenuhi untuk membuka rekening.
Namun setelah pembukaan rekening selesai, rekan saya yang curiga melakukan pengecekan ke pihak kecamatan terkait keaslian KTP nasabah tersebut. Setelah melakukan kontak dengan pihak kecamatan yang ternyata sangat kooperatif, didapat kesimpulan bahwa no. NIK KTP nasabah tersebut memang tidak ada dalam catatan kantor kecamatan alias palsu. Akhirnya dengan persetujuan pemimpin rekening nasabah tersebut diblokir. Pengalaman serupa juga sering dialami oleh petugas CS lain, mulai dari KTP palsu, calon nasabah membawa dua KTP yang sama-sama Asli dari dua daerah yang berbeda, namun dengan nomor KTP yang berbeda.
Kesulitan petugas CS untuk memverifikasi keaslian KTP terkait prinsip mengenal nasabah (know your customer) disebabkan belum terintegrasinya Single Identification Number (SIN). Padahal proses pembukaan rekening merupakan muara dari segala transaksi perbankan yang dilaksanakan oleh nasabah nantinya. Berbagai tindak kejahatan perbankan yang telah menyebabkan kerugian ratusan juta rupiah seperti penipuan dengan SMS berhadiah, surat pemberitahuan hadiah, money laundry, card tarpping, dan lain sebagainya berasal dari pembukaan rekening yang dilakukan dengan identitas palsu.
SEPUTAR SIN
Dalam kaitan dengan pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Pemerintah pernah mengeluarkan Keputusan Presiden No. 72 Tahun 2004, tetapi ketentuan itu belum terlaksana sebagaimana diharapkan. Kemudian pada tanggal 29 Desember 2006 Presiden Republik Indonesia mengundangkan UU No. 23/2006 tentang Administrasi Kependudukan.
Administrasi Kependudukan diartikan dengan rangkaian kegiatan dan penertiban dalam penerbitan dokumen dan Data Kependudukan, pengelolaan informasi Administrasi Kependudukan serta penggunaan hasilnya untuk pelayanan pulik dan sektor lain. Menurut Pasal 13 disebutkan, setiap penduduk wajib memiliki Nomor Induk Kependudukan (NIK) yang berlaku seumur hidup dan selamanya.
NIK adalah nomor identitas Penduduk yang bersifat unit atau khas, tunggal dan melekat pada seseorang yang terdaftar sebagai Penduduk Indonesia. Tampaknya NIK ini dapat disamakan dengan SIN. Undang-undang ini diterbitkan dengan pertimbangan untuk memberi perlindungan dan pengakuan dan penentuan status pribadi dan status hukun atas setiap Peristiwa Kependudukan. Pada tanggal 7 Februari 2007 yang lalu dalam Rapat Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang yang dipimpin Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan disepakati untuk menetapkan delapan strategi nasional dalam rangka pencegahan dan pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Salah satu strategi nasional itu ádalah mengatur dan mengimplementasikan Single Identification Number atau SIN terhadap seluruh penduduk Indonesia. Dalam hal ini sebagai pelaksanaan UU No. 23 tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan perlu ditetapkan peraturan pelaksanaan dan implementasi yang menyeluruh dan profesional. Negara yang sudah memiliki SIN seperti Singapura, Malaysia, Thailand, Amerika Serikat dan Canada. Di Amerika dan Canada kita kenal dengan nama Social Security Number (Sumber : www.legalitas.org) Single Identification Number (SIN) merupakan sebuah nomor identitas unik yang terintegrasi dengan gabungan data berbagai instansi pemerintahan dan swasta.
KEBUTUHAN SIN DI DUNIA PERBANKAN
Dunia perbankan di Indonesia saat ini sedang marak memerangi berbagai tindak kejahatan yang menggunakan jasa bank. Jika melihat peningkatan dan semakin variatifnya modus tindak kejahatan perbankan, nampaknya bank sangat membutuhkan SIN untuk segera diaplikasikan. Harus kita ketahui, bahwa pelaku semakin kreatif dalam merancang modus kejahatan perbankan. Kadang pelaku kejahatan memanfaatkan fasilitas perbankan yang semakin canggih.
Masih kita ingat ketika layanan SMS banking pertama kali diluncurkan, pelaku kejahatan bertindak cepat dengan mengelabuhi nasabah dengan mendaftarkan layanan SMS banking, namun yang didaftarkan adalah nomor HP pelaku kejahatan. Dengan segera pelaku langsung melakukan transfer dari rekening nasabah ke rekeningnya sendiri yang sebelumnya telah dipersiapkan.
Modus lainnya yaitu dengan Card Trapping.
Modus ini sebenarnya terbilang cukup sederhana. Caranya yaitu dengan mengganjal mulut tempat kartu masuk pada mesin ATM dengan batang korek api. Ini dilakukan dengan sangat rapi, sehingga tidak sampai terbaca oleh sensor card reader. Baru setelah ada kartu masuk dan selesai transaksi, maka kartu akan tertahan dan tidak dapat keluar. Selain memacetkan mesin ATM, pelaku juga membuang logo/stiker asli Call Center Bank yang biasanya tertempel pada mesin ATM, dengan logo / stiker palsu yang tertulis nomor call center palsu (yaitu no. Hp. pelaku / anteknya.) Ketika kartu nasabah tidak bisa keluar/macet, Nasabah melihat call center palsu tersebut dan menghubungi no.palsu tersebut. Atau ketika kartu macet ada antek / pelaku yang pura2 antri dbelakang dan menyarankan untuk memblokir kartu ATM dengan cara menghubungi nomor telp.call center palsu tersebut.
Operator palsu call center nantinya akan meminta data-data rahasia nasabah termasuk nomor PIN kartu. Dengan nomor PIN inilah pelaku dengan leluasa melakukan transaksi menggunakan kartu ATM yang telah berhasil dikeluarkan dari mesin ATM. Pelaku bisa melakukan penarikan maksimal 5-10 juta rupiah tunai, atau melakukan tranfer ke rek lain sampai dengan 100 juta rupiah, atau untuk melakukan pembelian pulsa sebesar un-limited. Bisa dibayangkan kerugian yang akan dialami oleh nasabah korban kejahatan ini.
Muara dari segala tindak kejahatan ini adalah rekening bank yang dibuka dengan bukti identitas palsu. Selama SIN belum diberlakukan, maka seseorang yang merencanakan kejahatan akan leluasa membuka rekening di bank dengan KTP palsu yang bisa dengan mudah dibuat dengan biaya Rp.50.000 ,-sampai Rp.100.000 saja. Apabila SIN telah diberlakukan seseorang akan berfikir seribu kali untuk memanfaatkan rekening bank miliknya untuk tindak kejahatan.
Oleh : Suprapto
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Setiap komentar hendaknya bernilai positif, memperhatikan etika dan tidak menyinggung SARA. Terimakasih.