Suprapto.id. Pagi
ini suasana di rumah besar berhalaman luas itu sangatlah ramai. Pemilik rumah
tersebut rupanya telah meninggal dunia sehari sebelumnya sekitar jam 9 malam.
Berita meninggalnya Pak Arpus segera tersiar luas. Maklumlah, semasa hidupnya
Pak Arpus selain dikenal sebagai pengusaha sukses, dia juga sangat dekat dengan
tetangganya, dikenal sangat suka menolong orang miskin dan anak yatim, disamping
itu dia juga dikenal masyarakat luas sebagai penulis buku-buku manajemen dan
wirausaha yang selalu meraih predikat best
seller. Berita yang tersiar almarhum meninggal dunia pada usia 63 tahun, karena
sakit hanya beberapa hari. Samasekali tidak ada yang menyangka almarhum
meninggal dunia tadi malam. Orang orang yang takziah berdatangan dari seantero daerah untuk sebisa
mungkin ikut ikut langsung mendoakan arwah simayit.
Halaman
rumah itu sangat ramai. Selain tamu-tamu dari perbagai daerah, nampak pula
berdatangan serombongan anak-anak dari yayasan yatim dan duafa. Mereka datang
kerena sangat mengenal sosok almarhum yang kerap datang ke asrama yatim mereka.
Almarhum merupakan salah satu donatur tetap yayasan yatim dan duafa tersebut.
Di sepanjang kanan kiri jalan masuk mulai jalan besar dengan cepat telah
berjejer karangan bunga papan ucapan duku cita dari para kole yang mengenal
almarhim selama hidupnya. Sekilas jumlahnya sampai puluhan.
Sanak
keluarga mulai dari Istri, anak-anak, cucu serta saudara almarhum berkeliling
disekitar peti jenasah membaca doa. Beberapa tamu yang datang tampak melakukan
sholat jenasah. Ada juga yang menyalami istri dan anak almarhum sebagai
ungkapan ikut berbela sungkawa.
Almarhum
meninggalkan seorang istri dan tiga orang anak terdiri dari seorang anak
perempuan dan dua anak laki-laki.. Anak yang paling besar perempuan bernama
Alfa, tampak tidak kuasa menahan rasa sedih, terus mendampingi ibundanya yang
tampak syok menghadapi musibah kematian suaminya. Maklumlah, perjalananan
bahtera rumah tangganya dengan suaminya telah mereka jalani lebih dari 30
tahun. Selama itu mereka menjalani suka dan duka bersama. Sesekali Alfa memeluk
ibundanya sambil terus menghiburnya.
Anak
nomor dua laki-laki bernama Ikhlas, tampak berusaha tetap tenang dan berusaha
menutup kesedihan hatinya karena ditinggal ayahandanya yang sangat ia sayangi.
Bisa dikatakan dari ketiga anaknya, almarhum paling menyayanginya. Dari kecil
ia merasakan kasih sayang dan didikan dari almarhum ayahnya. Dia baru saja
datang dari Jakarta. Ikhlas saat ini bertugas di Mabes TNI Jakarta dengan pangkat perwira menengah. Begitu
mendengar kabar meninggalnya ayahandanya, dia langsung meminta izin kepada atasannya untuk pulang ke
Jogja. Tampak dia masih mengenakan pakaian dinas lengkap warna hijau tua, khas
TNI AD. Terlihat dipundaknya tanda pangkat melati tiga buah.
Anak
nomor tiga laki-laki bernama Akhil. Sebagai anak terakhir dia masih
menyelesaikan kuliah S3 nya di Jerman. Sebagai
dosen jurusan kehutanan di UGM, Akhil sedang serius menyelesaiakan desertasinya
mengenai konservasi hutan di Indonesia. Bidang kehutanan merupakan favoritnya
sejak kecil. Hal ini dikarenakan ayahandanya telah mengenalkan pentingnya
pelestarian lingkungan hidup. Semasa hidup dari kecil ayahnya sering mengajak
anak-anaknya menikmati alam bebas, bahkan bebrapa kali mereka bersama melakukan
pendakian sampai ke puncak gunung. Bebrapa gunung yang telah didaki adalah
merapi, merbabu, slamet, rinjani, dan terakhir adalah gunung semeru. Beberapa
diantaranya didahului kegiatan menanam bibit pohon.
Ya,
almarhum ayahandanya seorang yang sangat menggemari jenis olahraga ini berat. Bahkan
rencananya setelah lulus S3 ini, mereka semua akan melakukan pendakian ke puncak
gunung Jaya Wijaya. Namun rupanya Tuhan berkehendak lain. Dia memanggil
almarhum menghadap sebelum rencana ini terwujud.
Ditengah
tamu-tamu yang berdatangan, tampak seseorang yang cukup asing bagi keluarga.
Berpakaian rapi. Berbaju putih, dengan
dasi warna abu-abu, ditutup jas dan celana hitam. Orang ini terlihat berusaha mendekat
ke istri almarhum dan dengan sangat sopan memperkenalkan diri. “Assalamu’alaikum ibu. Perkenalkan nama
saya Faturohman, notaries di Jogja. Saya selama ini bekerja sama dengan
almarhum Pak Arpus. Sebelumnya saya menyampaikan belasungkawa yang
sedalam-dalamnya bu..” “Baik terimakasih mas..” jawab bu Arpus. “ Ada apa ya
gerangan?” Apakah ada masalah dengan almarhum suami saya? Atau apakah suami
saya memiliki hutang kepada Anda” Tanya bu Arpus kemudian. “Oh, tidak ada
masalah apapun kok bu..,kedatangan saya kesini selain takziah, juga akan
menyampaikan amanah, almarhum pernah menitipkan surat wasiat kepada saya,
sekitar 20 tahun yang lalu. “ Wasiat bapak waktu itu, almarhum meyampaikan
pesan agar surat ini disampaikan kepada istrinya sebelum dikuburkan jika beliau
wafat nantinya.” Jawab notaries itu.
Saya telah membawa
suratnya, ini bu silahkan, masih dalam kondisi tersegel.” Jelas notaris itu
lagi.
Dengan
tangan agak gemetar bu Arpus menerima amplop besar tertutup segel warna coklat.
Walapun sudah berusia 20 tahun, namun amplop itu masih kelihatan bagus karena
tersimpan dengan baik. Tidak tampak sama sekali kesan lusuh setelah 20 tahun.
Berlahan-lahan
dibukanya segel penutup amplop, tampak secarik
kertas ukuran folio dengan tulisan dan tandatangan rapi. Dia sangat mengenal
tulisan itu. Ini benar-benar tulisan dan tandatangan suaminya. Walaupun diusia
kepala lima, bu Arpus masih bisa membaca tulisan dengan jelas tanpa kacamata.
Sambil duduk dan menahan kesedihan, dibacanya berlahan surat wasiat almarhum
suaminya itu.
“Bismilahirrohmanirrohim..
Assalamu’alaikum
warohmatullahi wa barokatuh…
Istriku
tersayang, Sulistyaningsih…
Ketika
engkau membaca surat ini, tentu kita telah berpisah, berpisah dialam dunia. Aku
telah dipanggil menghadap keharibaan ilahi robbi. Apakah engkau telah bertemu Pak
Faturohman? Dia notaries yang selama ini bekerjasama denganku. Dia hampir seumuran
denganku.
Pertama
yang aku ingin sampaikan, bahwa aku sangat mencintaimu dan menyayangimu, selama
hidupku. Diakhir hidupku kemarin, aku tidak sempat menyampaikan rasa sayangku
ini, maka semoga adanya surat ini dapat mewakili.
Kedua,
aku memohon maaf yang sedalam-dalamnya atas segala kesalahanku kepadamu.
Kesalahan yang disengaja, ataupun tidak disengaja. Walaupun aku telah berusaha
menjadi suami dan bapak yang sebaik-baiknya
untuk dirimu dan anak-anak kita, namun ketidaksempurnaanku membuatku
tidak mampu memenuhi segala apa yang engkau harapkan dariku.
Diluar
semua itu, aku ingin berbagi cerita kepadamu, tentang perjalanan rumah tangga
kita dan tentang apa saja yang belum pernah aku bicarakan kepadamu.
Engkau
tau khan, bahwa aku sangat memperhatikan pendidikan anak-anak? Yang yang paling
aku pentingkan dari semua ilmu adalah ilmu agama. Aku ucapkan terimakasih
kepadamu bahwa engkau telah sangat membantu mendisiplinkan anak-anak, dalam
belajar, disiplin dalam sholat dan lain-lain. Walaupun kadang engkau kebablasan
bertindak kasar kepada anak-anak, namun aku menahan diri untuk tidak
menasehatimu. Aku khawatir engkau tersinggung. Jadi aku hanya tersenyum. Apakah
engkau sudah mengetahui nasehat ustad Wijayanto? Anak lahir bukan karena
keinginan kita, namun adalah karena takdir Alloh. Kita harus menjaga, merawat
dan mendidik dengan baik..Nah..Sekarang Engkau tau khan?
Engkau
juga mengetahui bahwa aku sangat menyukai kebersihan. Dulu waktu anak-anak
masih kecil, kadang aku sangat gemas melihat tumpukan baju kotor dibelakang
sampai menggunung. Disamping itu ada tumpukan sampah dan barang yang tidak
dipakai. Padahal engkau tau aku paling tidak suka ada barang mubazir dirumah
kecil kita. Tumpukan baju kotor dan barang tak berguna membuat rumah kecil kita
jadi keliatan semakin empit dan sumpek. Sayangnya engkau tidak pernah
mengizinkanku membantu mencuci baju atau membersihkan barang-barang itu. Engkau
akan marah kalau aku ikut campur urusan belakang itu. Mau tidak mau aku harus
melihat kotoran ini setiap hari. Dalam hati aku merasa sangat terganggu, tapi
aku hanya diam saja dan tetap tersenyum…sekarang engkau tau khan??
Eangkau
tau persis bahwa penghasilanku waktu itu sebagai pegawai pas-pasnya..memulai
karir sebagai seorang Satpam diperusahaan memang merupakan jalan yang cukup
menanjak dan berliku. Aku ingin sampaikan bahwa dengan uang belanja kecil,
seharusnya engka lebih pandai berhemat dalam mengatur keuangan keluarga. Tidak
membeli barang yang tidak perlu. Engkau bahkan lebih suka membeli makanan
daripada masak sendiri. Padahal kita tinggal didesa, pasar tidak jauh dari
rumah. Aku jadi terpaksa berhutang sana-sini untuk mencukupi segala kebutuhan
keluarga. Pengeluaran sangat boros, utang menumpuk. Dan akhirnya aku yang
engkau salahkan….
Akhirnya
aku memutuskan harus mencari tambahan penghasilan. Masih ingatkah ketika aku
mencoba berjualan obat herbal. Berkeliling ke apotek di jogja menitipkan barang
dagangan. Dihari libur aku korbankan waktu bersama keluarga agar aku bisa
menagih ke apotek-apotek. Aku juga mencoba menjualnya lewat took online.
Walaupun sudah berusaha keras, namun saat itu aku gagal. Dan engkau kembali
menyalahkanku…
Ketika
aku berusaha bangkit lagi untuk memulai usaha sampingan, dengan nada pesimis
engkau menyatakan bahwa usaha ini tidak akan berhasil. Itulah dirimu, disaat
suami membutuhkan dukungan moral, engkau justru bagaikan gelondongan batu
gunung yang menimpa kepalaku..tapi istriku, aku sudah tidak kaget dengan
sikapmu itu..pengalaman yang sudah-sudah engkau memang seperti itu..dan aku
tidak ingin mengungkit lagi…
Satu
hal istriku… yang sebenarnya aku sangat sayangkan adalah sikapmu yang kurang
menghormati dan menghargai ibuku..Walaupun saat itu engkau juga telah menjadi
seorang ibu, engkau belum bisa banyak belajar…tapi aku yakin sekarang engkau
telah berubah.
Istriku..
Aku
banyak menyembunyikan perasaanku padamu, bukannya karena tidak ingin
berkomunikasi. Tapi karena sebagai suami aku sangat mengenal dirimu. Karena
pengalaman mengajarkan, sehingga aku sangat sadar bahwa pembicaraan denganmu
hanya akan berakhir dengan pertengkaran sia-sia belaka. Lebih baik aku diam dan
terus melakukan pekerjaan yang terbaik sebagai contoh bagimu dan
anak-anak-kita. Aku berusaha tidak pernah mengeluhkan ini, karena aku sadar,
engkau adalah istriku yang ditakdirkan, dipilih oleh Allah SWT sebagai
pendamping hidupku didunia. Sekarang engkau tau…
Aku
juga berusaha menahan diri ketika engkau terlalu kasar kepada anak-anak, karena
engkau adalah ibu yang mengandung, melahirkan dan menyusui mereka. Aku hanya
bisa berdoa kepada Allah SWT yang pemilik semua qolbu, berdoa semoga Allah SWT
melembutkan hati dan perangaimu. Karena aku sangat sadar, dihadapan Allah SWT, engkau
lebih dihargai oleh anak-anak dibandingkan aku. Dan sebagai bapak, aku tidak
pernah merasa iri..
Sampai disini bu Arpus
berhenti sejenak…setelah mengambil nafas panjang, dia kembali melanjutkan
membaca surat itu.
Istriku..
Alhamdulillah,
karena ridho Allah SWT, engkau kini menyaksikan bahwa usaha kerajinan dan
peralatan oleh raga yang aku rintis berkembang dengan baik. Usaha yang pernah
engkau sangsikan hasilnya kini berkembang sangat pesat. Kini kita memiliki
beberapa pabrik untuk produksi dan belasan toko yang tersebar di Indonesia. Kita
juga telah membuka cabang di luar negeri. Kita mempekerjakan ribuan karyawan, yang mendukung usaha ini. Aku harap engkau
terus menjaga mereka dan memperhatikan kesejahteraan mereka. Perhatikan juga
kesejahteraan keluarga mereka. Dengan surat ini juga kuwariskan usaha ini
kepadamu dan kepada anak-anak kita.
Disamping
itu engkau dan anak-anak jangan lupakan saudara-saudara kita orang miskin,
yatim piatu dan duafa. Aku berpesan lanjutkanlah langkah untuk terus menyantuni
mereka. Jadilah pihak pertama yang membela kehidupan mereka.
Engkau
kini juga menyaksikan bahwa kita cukup berhasil mendidik anak-anak kita. Mereka
telah tumbuh menjadi anak yang soleh dan solehah.
Anak
kita perempuan si Alfa, saat surat ini aku tulis masih kelas tiga SD. Dia
bercita cita menajdi dokter. Smoga cita-citanya tercapai. Aku sangat mendukung,
walaupun aku lebih suka Alfa meneruskan usaha kita. Aku melihat bakat berdagang
dari si Alfa sejak kecil.
Anak
kedua kita Ikhlas, dari kecil sudah Nampak jiwa ketegasannya. Aku perkirakan si
Ikhlas akan masuk tentara, atau polisi. Dari
kecil dia selalu terobsesi untuk untuk menjadi superhero, seperti tokoh
khayalan Ultraman.
Anak
ketiga kita si Akhil. Kita tau bahwa dari kecil dia sangat pintar. Usia 2.5
tahun sudah pandai berhitung, sudah bisa menghafal surat Fatihah, surat Annas
dan sholat. Harapanku dia akan berprestasi di sekolahnya kelak. Menjadi guru
atau dosen. Aku membayangkan misalnya si Akhil dapat meneruskan sekolahnya
sampai S3, jika dizinkan Allah, aku ingin merayakan kelulusannya dengan acara
penanaman bibit pohon dan pendakian di gunung Jaya Wijaya.
Istriku
sayang..
Kini
kita telah berpisah. Aku titipkan anak-anak kepadamu. Walaupun mungkin saat ini
mereka sudah dewasa semua, tetaplah menjadi ibu bagi mereka. Jadilah ibu yang
bijak ketika mereka membutuhkan nasehat dan dorongan. Jadilah ibu yang sabar
ketika anak-anak menyampaikan masalah dan keluhan. Jadilah kekuatan, ketika
mereka terpuruk dan jatuh, bantulah anak-anak untuk bangkit.
Istriku
sayang,
Kini
aku hanya bisa memohon kembali, maafkanlah segala kesalahanku. Kini aku hanya
bisa memohon kepadamu dan anak-anak, doakanlah arwahku, semoga Allah SWT
menerima tobatku. Amin.
Wassalamualaikum
wr wb..
Solo, 30 September 2015
Suamimu,
Selesai membaca surat itu,
isak tangis kembali pecah di ruangan itu. Ibu dan anak-anak itu seakan ingin
kembali memeluk jasad ayahanda mereka yang telah terbujur kaku terbungkus kain
putih. Seakan ingin melihat untuk yang terakhir kalinya, keluarga itu perlahan
membuka kain pocong penutup wajah Almarhum. Dibawah cerahnya sinar matahari
yang memantul ke penjuru ruangan,ditiup hembusan segar angin di pagi hari, dan
diantara suara lantunan ayat-ayat suci Al-Quran, keluarga itu melihat wajah
jenasah almarhum ayahanda mereka, wajah yang sangat bersih, sangat –sangat tenang
…dengan bibir tersungging senyuman..
Solo
30 sept 2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Setiap komentar hendaknya bernilai positif, memperhatikan etika dan tidak menyinggung SARA. Terimakasih.